Data Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan perempuan menikah yang bekerja baik di sektor formal maupun informal jumlahnya hanya sebesar 44%, lebih rendah daripada perempuan yang tidak menikah. Angka tersebut semakin menurun menjadi 41,78 persen ketika perempuan telah memiliki lebih dari dua anak. Penurunan menjadi signifikan diangka 19 persen ketika perempuan menikah memiliki anak balita.
“Angka tersebut menunjukkan usia anak menjadi faktor penurunan angka pekerja perempuan. Hal ini juga dipengaruhi ekspektasi masyarakat terhadap perempuan untuk merawat anaknya atau yang biasa disebut domestic roles,” ungkap Rohika Kurniadi Sari, Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak, Kemen PPPA, dalam Rilis yang dikirimkan IBCWE (Indonesia Business Coalition for Women Empowerment), koalisi bisnis untuk pemberdayaan perempuan Indonesia, pada pekan lalu.
Rohika menambahkan, ada tiga tantangan pekerja perempuan di Indonesia, yaitu domestikasi perempuan, pengasuhan balita yang dibebankan kepada ibu, dan adanya kebutuhan tempat pengasuhan anak sementara.
Mengingat pentingnya Sarana Pengasuhan Anak (Daycare Facility) ini, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) juga mengakui bahwa daycare facility merupakan sebuah kebutuhan. Mengingat saat ini partisipasi perempuan dalam perekonomian terus meningkat menyebabkan perubahan dan dinamika baru dalam banyak keluarga di Indonesia.
“Artinya, harus memastikan kondisi yang aman dan nyaman supaya perempuan bisa aktif secara ekonomi. Perempuan bekerja itu yang penting adalah merasa aman meninggalkan keluarga, anak-anak. Dan rasa nyaman ketika adanya institusi yang terpercaya,” kata Woro Srihastuti Sulistyaningrum, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Kemen PPN Bappenas, dalam Rilis yang sama.
Sayangnya fasilitas daycare masih menjadi tantangan tersendiri di Indonesia. Berdasarkan temuan awal yang dilakukan oleh IBCWE bersama dengan Prospera, CIPS, dan SPIRE ada beberapa kendala layanan daycare di Indonesia. Pertama, lokasi layanan pengasuhan anak ini masih terpusat di perkotaan dan masih didominasi oleh pengelolaan swasta. Kedua, biaya taman pengasuhan anak lebih tinggi dari fasilitas pra sekolah, dengan standar yang belum sepenuhnya terpenuhi.
Sejauh ini, layanan daycare masih memiliki standar yang berbeda-beda. Sebagai tambahan, daycare facility harus dilengkapi dengan regulasi yang menguntungkan baik pengguna fasilitas tersebut, terutama memperhatikan kebutuhan anak, serta penyedia layanan itu sendiri.
Menyikapi hal tersebut, tahun lalu, Kemen PPPA mengeluarkan pedoman standar taman pengasuhan anak (TPA) melalui SE MenPPPA No.61 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan TPA Berbasis Hak Anak/Daycare Ramah Anak Bagi Pekerja di Daerah. Aturan ini melengkapi peraturan sebelumnya yang telah dikeluarkan tentang tempat kerja ramah gender dan anak yaitu Permen No.5 Tahun 2015 tentang Penyediaan Sarana Kerja Yang Responsif Gender dan Peduli Anak di Tempat Kerja. Harapkan dengan adanya aturan standar ini, penyelenggaraan daycare di setiap daerah menjadi lebih baik sehingga dapat mendukung partisipasi perempuan yang memilik anak di tempat kerja.
“Hak anak harus kita perhatikan. Dari semua layanan, apakah sudah sesuai standar di mana kepentingan terbaik anak terpenuhi. Bukan hanya supaya ibunya bisa bekerja, tapi untuk kepentingan terbaik anak. Makanya pentingnya sebuah standarisasi untuk itu,” ujar Rohika.
Untuk memberikan kenyamanan dalam bekerja sekaligus memberikan kesenpatan kepada wanita untuk terus berkarier, tentunya perusahaan diharapkan dapat ikut terlihat dalam penyediaan daycare yang tidak jauh dari lokasi kantor. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Golden Agri Resources dengan menyediakan fasilitas penitipan anak di dalam atau dekat perusahaan (fasilitas perumahan GAR). Dengan cara ini diharapkan keterlibatan perempuan dalam sektor yang didominasi laki-laki semakin besar. Melalui dukungan seperti ini diharapkan perempuan tak lagi terjebak dalam pilihan antara memiliki penghasilan atau membesarkan anak, karena mereka bisa berkesinambungan menjalankan keduanya.
Seperti diungkap oleh Anita Neville, Senior Vice President Group Corporate Communication Golden Agri-Resources dengan menawarkan pilihan daycare tersebut diharapkan karyawan perempuan menjadi nyaman untuk melakukan perjalanan ke lokasi lain untuk bekerja. “Ini adalah investasi besar, tetapi bagi kami, ini investasi untuk masa depan perusahaan. Kita harus mencari nafkah dan bekerja di pedesaan yang menarik bagi masyarakat, termasuk dengan menyediakan fasilitas pengasuhan anak dan pendidikan yang berkualitas,” jelas
Anita. (f)